Foto: Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). (CNBC Indonesia/ Andrean Krtistianto)Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kini tengah merevisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM No.26 tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum.
Adapun salah satu poin penting yang diubah dalam peraturan ini yaitu terkait aturan ekspor kWh listrik. Pada Permen ESDM No.26/2021 ini, pengguna PLTS Atap bisa mengekspor kWh listrik hingga 100% dari kapasitas terpasang PLTS Atapnya. Maksudnya, pengguna PLTS Atap bisa menyalurkan listriknya ke jaringan milik PT PLN (Persero). Namun dalam revisi Peraturan Menteri ESDM ini, nantinya pemakaian listrik dari PLTS Atap hanya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri. Artinya, listrik yang dihasilkan oleh masyarakat dari PLTS Atap tidak bisa dialirkan atau diekspor kepada PT PLN (Persero). Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Andriah Feby Misna mengatakan, nantinya masyarakat bisa memproduksi listrik melalui PLTS Atap, namun harus dikonsumsi sendiri sesuai dengan kebutuhan. "Revisinya masih berjalan. Iya sementara demikian, yang dipasang untuk dikonsumsi sendiri," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (08/03/2023). Lantas, apa alasan aturan ini diubah? Kenapa pengguna PLTS Atap tak bisa menjual listriknya ke PLN? Feby mengatakan, ini dilakukan karena kondisi kelebihan pasokan listrik pada jaringan listrik PT PLN (Persero). "PLN sedang oversupply (listrik)," ucapnya. Sebelumnya, Feby juga sempat menyebut bahwa pihaknya mendorong masyarakat, baik pribadi maupun industri, agar memasang pembangkit listrik sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian, nantinya listrik yang dihasilkan tersebut harus dikonsumsi sendiri. "Jadi nanti kita juga mendorong agar industri itu memasang sesuai dengan kebutuhannya. Jadi tidak akan diekspor, yang dipasang itu adalah mereka pakai sendiri," tambahnya. Seperti diketahui, Peraturan Menteri ESDM No.26/2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum itu, sejatinya berlaku sejak 20 Agustus 2021. Salah satu poin penting dalam Peraturan Menteri ESDM No.26/2021 ini yaitu terkait aturan ekspor kWh listrik naik menjadi 100% dari sebelumnya 65%. Adapun kWh ekspor ini adalah jumlah energi listrik yang disalurkan dari sistem instalasi pelanggan PLTS Atap ke sistem jaringan instalasi pelanggan PT PLN (Persero) yang tercatat pada meter kWh ekspor-impor. Artinya, pengguna PLTS Atap bisa mendistribusikan hingga 100% sesuai kapasitas terpasang dari PLTS Atap yang dimilikinya kepada jaringan PLN. Dengan menyalurkan listriknya ke PLN, maka tagihan listrik pelanggan dari PLN akan berkurang sesuai dengan volume yang disalurkan kepada PLN. Namun, peraturan ini belum dijalankan karena pemerintah masih menghitung seberapa besar pengaruhnya terhadap sistem pasokan listrik yang ada di PLN. Adapun substansi pokok dari Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 yaitu: 1. Ketentuan ekspor kWh listrik ditingkatkan dari 65% menjadi 100%; 2. Kelebihan akumulasi selisih tagihan dinihilkan, diperpanjang dari 3 bulan menjadi 6 bulan; 3. Jangka waktu permohonan PLTS Atap menjadi lebih singkat (5 hari tanpa penyesuaian Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) dan 12 hari dengan adanya penyesuaian PJBL); 4. Mekanisme pelayanan berbasis aplikasi untuk kemudahan penyampaian permohonan, pelaporan, dan pengawasan program PLTS Atap; 5. Dibukanya peluang perdagangan karbon dari PLTS Atap; 6. Tersedianya Pusat Pengaduan PLTS Atap untuk menerima pengaduan dari pelanggan PLTS Atap atau Pemegang IUPTLU; dan 7. Perluasan pengaturan tidak hanya untuk pelanggan PLN saja tetapi juga termasuk pelanggan di Wilayah Usaha non-PLN (Pemegang IUPTLU).
0 Comments
Leave a Reply. |
BPF NEWSPT BESTPROFIT FUTURESArchives
September 2023
Categories
All
|