Foto: iStockJakarta, CNBC Indonesia - Sebagai salah satu aset investasi, saham tentu bisa berpindah tangan ke ahli waris saat pemiliknya tutup usia. Namun manakah proses yang lebih baik, menghibahkannya saat kita masih hidup atau lewat proses waris saat kita sudah tutup usia?
Seperti diketahui, hibah dan waris merupakan dua cara proses distribusi kekayaan yang cukup umum untuk dilakukan. Hibah adalah proses transfer harta yang dilakukan oleh pemberi hibah ke orang lain di saat pemberi hibah masih hidup. Pemberian hibah juga dapat dibatalkan apabila:
Sementara waris, adalah peralihan harta benda milik si pewaris ke ahli waris di saat pewaris meninggal dunia. Adapun tiga unsur yang harus dipenuhi dalam proses ini adalah:
Soal mana yang lebih baik antara hibah dan waris tentu dikembalikan lagi ke orang yang bersangkutan. Hibah tentunya lebih bisa meminimalisir perseteruan antara ahli waris di masa yang akan datang. Namun jika waris yang ditempuh, maka pewaris sepertinya membutuhkan surat wasiat terutama jika jumlah ahli waris di keluarga cukup banyak. SHARE
Foto: Warren Buffett pemilik perusahaan pembangkit listrik terbesar bernama Berkshire Hathaway (REUTERS/Rick Wilking)Jakarta, CNBC Indonesia - Investor kakap dunia, Warren Buffett diketahui sebagai salah satu orang yang sangat menentang Bitcoin dan mata uang kripto. Dia bahkan menyebut Bitcoin bukanlah aset yang menghasilkan nilai. Buffett sendiri dan perusahaan induknya, Berkshire Hathaway Inc. telah terkenal dengan investasi mereka di perusahaan-perusahaan yang stabil dan menguntungkan. Buffett percaya pada investasi yang menciptakan nilai, alih-alih mengandalkan sentimen investor. "Jika Anda membeli sesuatu seperti Bitcoin atau mata uang kripto, Anda tidak benar-benar memiliki sesuatu yang telah menghasilkan apa pun. Anda hanya berharap orang berikutnya membayar lebih banyak," ungkapnya mengutip yahoo finance, Senin (19/2/2024). Strategi ini telah menguntungkan selama beberapa dekade, memungkinkan Berkshire Hathaway menjadi salah satu perusahaan terbesar dan paling menguntungkan di dunia. Para investor di seluruh dunia mencari Buffett dan perusahaan-perusahaannya untuk mendapatkan saran dan rekomendasi investasi. Namun, sikap anti-kripto Buffett yang kuat dapat berubah setelah meninjau kinerja perusahaan pada 2023. Investasi dengan kinerja terbaik pada tahun 2023 untuk Berkshire Hathaway adalah perusahaan fintech Brasil, Nu Holdings Ltd. Perusahaan ini memiliki Nubank, sebuah neobank yang menawarkan kartu kredit dan perbankan serta perdagangan kripto untuk pengguna. Perusahaan ini menawarkan 15 token yang berbeda, serta token utilitasnya sendiri yang disebut Nucoin. Perusahaan yang go public pada Desember 2021 lalu ini telah menerima dukungan dari Buffett dan Berkshire selama pendanaan seri G ketika Berkshire menginvestasikan US$ 500 juta di perusahaan tersebut. Buffett kemudian meningkatkan kepemilikannya sebesar US$ 500 juta lagi sehingga totalnya menjadi US$ 1 miliar yang diinvestasikan pada awal tahun 2022. Investasi tersebut telah terbayar dengan sangat baik, karena Brasil memiliki sikap yang sangat terbuka dan menerima kripto. Pada tahun 2023, harga Nu Holdings terapresiasi sebesar 93%. Keuntungan besar ini menjadikan Nu Holdings sebagai investasi paling menguntungkan dalam portofolio Berkshire Hathaway untuk tahun 2023. Bahkan, investasi ini sangat mengejutkan mengingat kinerja yang kuat dari saham-saham di sektor lain, seperti teknologi. Buffett hingga saat ini belum menjual investasinya di Nu Holdings, yang berpotensi menyiratkan bahwa pihaknya bullish pada saham tersebut untuk beberapa bulan atau tahun mendatang. Mempertimbangkan keraguan Buffett untuk berinvestasi dalam kripto secara langsung, ini bisa menjadi pembuka mata bagi investor legendaris tersebut. Ketika perusahaan melihat kembali ke tahun 2023, kinerja yang kuat dari investasi terkait kripto dapat menyebabkannya untuk melihat saham kripto lain atau bahkan mata uang kripto itu sendiri. Meskipun mata uang kripto dan token digital tidak mengikuti tesis investasi utama Buffett, namun tak dapat dipungkiri dari sana tercipta keuntungan yang dapat mereka berikan kepada para investor. Misalnya, Bitcoin terapresiasi lebih dari 150% pada tahun 2023, mengalahkan semua investasi dalam portofolio Buffett. Ketika kripto menjadi lebih meluas dan menjadi bagian dari investasi arus utama, akan menarik untuk melihat apakah Buffett dan Berkshire akan menyerah dan melanjutkan investasi mereka ke dalam saham kripto atau bahkan token utama seperti Bitcoin. Foto: (foto: Ist/Blog maisyafarhati.com)Jakarta, CNBC Indonesia - Lima bulan setelah berdiri, tepat pada Agustus 1602, Kongsi Dagang Hindia Belanda (Vereenigde Oost-Indische Compagnie, VOC) memutuskan untuk menjual saham kepada publik dan merupakan skema paling awal apa yang kelak di kemudian hari dikenal sebagai penawaran umum perdana atau Initial Public Offering (IPO).
Tak sulit bagi perusahaan sekelas VOC menjaring investor. Sebagai perusahaan yang menjual komoditas paling dicari di Eropa alias rempah-rempah, banyak orang memprediksi VOC bakal sangat berjaya dan memberi keuntungan besar. Atas dasar inilah, ketika mengeluarkan keputusan untuk IPO, orang-orang ramai datang ke Bursa Efek Amsterdam. Terlebih, VOC juga menjadi perusahaan pertama di dunia yang melakukan IPO. Baca: Teka-teki Emas 57 Ton Milik Sukarno dari Presiden AS, Ini Faktanya"Secara keseluruhan, ada 1.143 investor yang berinvestasi untuk modal awal VOC di Amsterdam," tulis Lodewijk Petram dalam The World's First Stock Exchange (2011). Dalam aturan, setiap investor berhak memutuskan berapa banyak uang yang diinvestasikan. Tak ada batas minimum atau maksimum. Begitu pula soal asal-usul investor. Siapapun boleh menaruh uangnya di VOC. Alhasil, tak cuma pejabat, bangsawan, dan orang berduit saja yang menjadi investor. Asisten Rumah Tangga (ART) bernama Neeltgen Cornelis juga melakukannya. Ketertarikan Neeltgen berinvestasi di VOC berawal dari majikannya, Dirck van Os yang kebetulan Direktur VOC. Pada masa-masa IPO banyak orang keluar-masuk ke rumah van Os untuk urusan investasi. Saat itu, perdagangan bursa efek tak seperti sekarang. Semuanya serba manual dan dicatat menggunakan kertas. Jadi, wajar apabila rumah Dirck van Os ramai para investor. Di tengah keramaian itulah, terpantik rasa penasaran Neeltgen. Dari hati paling dalam dia sebenarnya ingin berinvestasi di VOC. Dia percaya VOC bakal memberi keuntungan besar. Namun, di sisi lain, dia juga bingung: uangnya dari mana? Sebagai pembantu, gajinya kurang dari lima puluh sen dalam sehari. Uang segitu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Alhasil, dia maju-mundur untuk berinvestasi dari hari ke hari. Hingga akhirnya, di penghujung Agustus saat penawaran perdana saham bakal VOC ditutup, dia berubah pikiran. "Dia berpikir akan selalu menyesal apabila dia tidak berinvestasi sekarang. Alhasil dia menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkan uang tabungannya," tulis Petram. Dari uang tabungan hasil kerja kerasnya jadi ART disisihkan 100 gulden untuk membeli saham VOC. Dia pun menyerahkan uang tersebut kepada majikannya. Nama Neeltgen Cornelis pun tercatat sebagai pemegang daftar saham VOC, meski sangat kecil dibanding yang lainnya. Saat itu, bos-bos VOC menaruh uang dalam jumlah besar. Ada yang 85.000 gulden, 65.000 hingga 45.000 gulden. Lalu, apakah Neeltgen untung dari pembelian saham VOC? Menurut Petram, iya tapi hanya sesaat karena Neeltgen melepas kepemilikan saham VOC pada Oktober 1603 atau setahun setelah melakukan pembelian. Dia menjual seluruh sahamnya kepada Jacques de Pourcq. Padahal, jika terus-menerus dipegang, uang 100 gulden tersebut bisa berubah menjadi ribuan gulden. Atau setidaknya, kata Petram, pemegang saham VOC bisa menerima rempah-rempah setiap saat sebagai bentuk dividen. Mengingat VOC dalam beberapa tahun mendatang sejak IPO terbukti jadi perusahaan terbesar di dunia berkat sukses menjual dan menguasai rempah-rempah dari bumi Indonesia. Foto: Harita Group Pulau Obi Maluku Utara. (Dok. Harita Group)Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia merupakan negara yang kaya sumber daya alam tambang. Bahkan menjadi negara dengan pabrik nikel sulfat terbesar di dunia. Pabrik itu fokus mengolah nikel sulfat yang merupakan bahan utama penyusun prekursor katoda baterai kendaraan listrik.
Pabrik nikel sulfat terbesar di dunia terletak di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara. Gelar sebagai pabrik nikel terbesar di dunia itu tak terlepas dari kapasitas produksi nikel sulfat di sana yang mencapai hingga 240 ribu ton per tahun. Pabrik ini pun baru diresmikan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi pada 31 Mei 2023. Pabrik nikel sulfat pertama di Indonesia ini dioperasikan oleh PT Halmahera Persada Lygend, afiliasi dari PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), grup Harita Nickel. Mengutip situs perusahaan, PT Halmahera Persada Lygend dimiliki oleh Harita Nickel melalui PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) sebesar 45,1%, Lygend Resources Technology Co. Ltd sebesar 36,9%, dan Kang Xuan Pte Ltd sebesar 18%. Direktur Utama PT HPL dijabat oleh Parasian Simanungkalit dan posisi direktur dijabat oleh enam orang, antara lain Tonny Gultom, H.Ghufron, Ge Kaicai, Yu Hai, Zhang Bao Dong, dan Hu Hong Gen. Sementara Komisaris Utama dijabat oleh Cai Jiangyong dan Komisaris dijabat oleh Lim Gunawan Hariyanto dan Jiang Xinfang. Harita Nickel merupakan bagian dari Harita Group yang mengoperasikan pertambangan dan hilirisasi terintegrasi di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Selain memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), perusahaan sejak 2016 telah memiliki pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel saprolit dan sejak 2021 juga memiliki pabrik nikel limonit di wilayah operasional yang sama. Kedua fasilitas tersebut menyerap hasil tambang nikel dari PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NKCL) dan Gane Permai Sentosa (GPS). Melalui Halmahera Persada Lygend, Harita Nickel menjadi pionir di Indonesia dalam pengolahan dan pemurnian nikel limonit (kadar rendah) dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL). Teknologi ini mampu mengolah nikel limonit yang selama ini tidak dimanfaatkan menjadi produk bernilai strategis, yaitu Mixed Hydroxide Precipitate (MHP). Dengan tahap proses berikutnya yang juga sedang dikembangkan oleh Harita Nickel, MHP akan diolah lebih lanjut menjadi Nikel Sulfat (NiSO4) dan Kobalt Sulfat (CoSO4) yang merupakan bahan baku baterai kendaraan listrik. Sementara Lygend Resources Technology Co. Ltd merupakan perusahaan di sektor rantai pasok nikel dunia yang berdiri sejak Januari 2009 di Laut China Timur, Zhejiang, China. Bermula dari menjual bijih nikel dan feronikel, kini Lygend kian ekspansif hingga memproduksi produk nikel terintegrasi dari hulu ke hilir. Selain di China dan Indonesia, perusahaan juga memiliki unit bisnis di Filipina dan negara Asia Tenggara lainnya. |
BPF NEWSPT BESTPROFIT FUTURESArchives
September 2023
Categories
All
|